Rabu, 01 April 2015

Cerpen (HE IS?)

HE IS?

Malam akan segera berakhir. Jam beker telah bernyanyi gembira sejak 10 menit lalu. Semburat kuning yang terlihat sejuk merangkak ke atas kasurku seakan membangunkanku. Indah pagi ini membuatku ingin memeluk kesegaran dunia. Perlahan kulangkahkan kakiku ke arah jendela kamar. Terlihat jalanan yang agak besar di bawah sana mulai memadat seperti biasanya. Ya, rutinitas kota Jakarta sudah dimulai. Aku harus bersiap untuk menghadapi sesuatu yang mungkin akan terjadi padaku hari ini.

Namaku Ayas, lebih tepatnya Ayas Capela. Aku adalah seorang siswa kelas 11 di salah satu sekolah menengah atas swasta di Jakarta. Kehidupan sebagai seorang siswa adalah hal yang menyenangkan. Kewajibanku hanya belajar, belajar, dan belajar. Walau rasa jenuh sering kali menghampiri, namun sebagai siswa aku memiliki obat tersendiri. Hobi dan kecintaanku terhadap futsal membuat rasa jenuh sering kali melangkahkan kakinya untuk meninggalkanku.

Hari ini aku dan sahabatku akan menguji kemampuan bermain futsal dengan teman-teman lainya. Tim kami akan melawan tim futsal dari sekolah negeri yang letaknya tidak berjauhan dari sekolahku. Ini bukan kali pertama kami bertanding melawan mereka. Namun, hasrat untuk mengalahkan mereka selalu berkobar di hati kami.


“Nanti jam 3 ya, Yas.” Kata Melvin mengingatkanku.

“Iya, Vin. Tenang aja gue inget kok.” Jawabku singkat.

“Tim futsal mereka bawa anak-anak cewe, Yas. Kita mau bawa temen cewe juga gak? Iseng-iseng aja si.” Tawar Melvin.

“Gausah, Vin. Buat apa? Ngerepotin doang.”

Aku memang tidak terlalu suka melibatkan perempuan kedalam urusanku. Aku rasa mereka hanyalah mahluk lemah yang merepotkan. Tidak seperti remaja laki-laki sebayaku pada umumnya. Aku lebih memilih menjauh dari perempuan dari pada aku harus merasakan repotnya berurusan dengan mereka. Bahkan sampai saat ini, aku belum menemukan seorang perempuan pun yang dapat menarik perhatianku untuk membawanya pergi jauh kedalam kehidupan dan urusanku.

Jam sudah menunjukan pukul 14:55 WIB, seharusnya 5 menit lagi pertandingan dimulai. Namun, tim lawan belum juga sampai di tempat yang seharusnya. Aku rasa mereka kerepotan karena membawa perempuan untuk ikut turut serta.

“Bener kan gue. Gue rasa karena mereka bawa cewe makanya lama banget kaya gini.” Kataku kepada Melvin.

“Haha, iya. Gue rasa juga, Yas.” Jawab Melvin.

“Untung lo gak jadi…” Belum sempat aku menyelesaikan perkataanku, tiba-tiba Melvin memotong kalimatku.

“Yas, itu mereka udah dateng.” Kata Melvin memotong pembicaraanku sambil menunjuk ke arah pintu masuk.

Terlihat sekitar 7 orang laki-laki di ikuti oleh 5 orang perempuan yang menemani mereka di depan pintu masuk. Mataku langsung tertuju kepada seorang gadis berambut panjang sebahu yang menurutku terlihat sempurna dari ujung rambut hingga ujung kaki yang terbungkus dockmart berwarna hitam dengan garis biru yang semakin mempercantik tampilannya.

Perlahan ia melangkahkan kakinya memasuki gor dengan teman-temannya dan duduk di bangku yang berada tepat di depanku. Entah rasa apa yang kini merasuki hati dan fikiranku. Rasannya enggan untuk mengalihkan pandanganku dari surga dunia yang kini benar-benar hadir di depan mataku. Cantik parasnya membuatku terpaku dalam kediaman yang cukup lama hingga Melvin menyadarkanku dari bayangan yang ada di kepalaku.

“Yas, pake sepatu cepet woy!” Perintah Melvin yang membuatku segera melepaskan pandanganku dari gadis cantik itu.

Permainan futsalku terasa berat kali ini, perhatianku terbagi karena kehadiran seorang bidadari yang menyempatkan waktunya turun ke bumi hanya untuk menonton pertandingan futsalku ini. Konsentrasiku terganggu dan buyar seketika saat bola mata yang sangat indah itu memandang ke arahku. Tak lama kemudian aku istirahat dan meminta temanku untuk menggantikan posisiku sebagai back kanan.

Kini rasa haus mendatangiku, sebenarnya aku membawa sebotol minuman dingin dari rumah. Namun aku sengaja membeli sebotol minuman lagi hanya untuk sekedar berjalan melewati gadis itu. Ia duduk di tempat yang terbilang jauh dari teman-temanya. Aku rasa, aku bisa mendapatkan sedikit perhatiannya. Entah kebodohan apa yang sedang ku lakukan ini. Namun, aku merasa senang melakukannya.

“Nemenin cowonya futsal ya?” Sapaku basa-basi kepada gadis itu saat aku berjalan melewatinya.

“Eh, enggak ikut temen aja kok.” Jawabnya disertai senyum yang mempesona.

“Gue duduk sini ya? Gapapa kan?” Tanyaku sambil membuka minuman kaleng yang ada di genggamanku.

Iya gapapa.”

Sekitar 15 menit aku berbincang dengan gadis yang ternyata bernama Fio ini. Refiona Alicia, nama yang terdengar indah seperti paras pemiliknya. Semakin ku perhatikan wajahnya semakin ia terlihat cantik mempesona. Mata coklatnya berbinar memancarkan sinar kesejukan. Giginya putih bersih di hiasi behel berwarna tosca yang benar-benar mendukung penampilanya. Rambutnya panjang indah berkilau. Sungguh bidadari yang telah disia-siakan karena belum ada yang memilikinya.

Rasa penasaranku masih berlanjut terhadap gadis di hadapanku ini. Rasanya sangat disayangkan jika aku tidak bisa mengenal lebih jauh seorang bidadari yang tersesat ini.

“Oiya, lo anak IPA apa IPS?” Tanyaku membuka pembicaraan baru.

“IPA.” Jawabnya singkat.

“Wah pinter biologi dong pasti.” Sambutku yang rasanya cukup aneh.

“Ah enggak juga. Gue gak terlalu jago bikin animasi presentasi gitu sih. Sedangkan biologi gue presentasi mulu, ya jadi pas-pasan deh nilai gue.” Jelasnya.

“Jadi nilai lo terhambat cuma gara-gara presentasi? Duh parah banget. Kalo lo mau gue bisa kok bantu lo bikin presentasi yang menarik gitu kok.” Jawabku.

Dengan bermodalkan alasan membantu nilai presentasinya, akhirnya aku berhasil mendapatkan nomer telepon Fio. Seiring berjalanya waktu kedekatanku semakin terasa dengan Fio. Aku sering mengajarinya membuat presentasi yang menarik. Namun, aku hanyalah seorang laki-laki yang tidak banyak tahu tentang perempuan. Sehingga aku masih harus mendapat banyak bimbingan untuk mendekati Fio dari Melvin yang tentunya sudah memiliki pengalaman yang lebih banyak tentang perempuan.

Hari ini aku telah membuat janji dengan Fio untuk bertemu di sebuah taman. Aku ingin membantunya membuatkan sebuah presentasi untuk pelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup. Tentunya aku membawa Melvin untuk menemaniku, karena Fio pun membawa temanya untuk menemaninya.

Aku tidak pernah bisa menghadapi Fio seorang diri, itu sebabnya aku selalu meminta bantuan Melvin tentang apapun yang berhubungan dengan Fio. Bahkan sering kali pesan singkat Fio melalui telepon genggam dibalas oleh Melvin dan bukan olehku. Aku bukanya tidak bisa menghadapi Fio seorang diri, hanya saja aku takut salah mengambil langkah untuk mendapatkan hati bidadari cantik ini.

“Sekarang udah ngerti kan cara bikin animasi yang lucu?” Tanyaku saat menyelesaikan tugas presentasinya.

“Iya udah kok, jadi besok-besok gue bisa bikin sendiri deh. Makasih ya udah mau ngajarin gue.” Jawab Fio tidak lupa dengan senyum manisnya.

“Yaudah gue balik duluan ya.” Sambungku.

Aku memang tidak bisa mengeluarkan banyak kata-kata di hadapan Fio, aku lebih gugup saat bertemu langsung denganya. Walau sebenarnya aku selalu menikmati setiap detik saat bersamanya. Namun, aku terlalu canggung untuk berbincang denganya.

Senyum yang di lontarkan Fio masih teringat jelas di kepalaku. Panasnya matahari tetap terasa sejuk ketika aku membayangkan senyumnya. Rasa tidak ingin kehilangan terlintas begitu saja di fikiranku. Aku berfikir bagaimana jika ada seorang laki-laki yang ternyata menyukai Fio sepertiku? Bagaimana jika aku terlambat menyatakan perasaanku kepadanya?

Aku memutuskan untuk menceritakan apa yang kurasa kepada Melvin. Melvin menanggapi ceritaku dengan baik dan ia menyuruhku untuk menyatakan perasaanku kepada Fio nanti malam. Sebenarnya aku ragu-ragu, karena ini kali pertamaku untuk melakukan hal tersebut. Namun, apa boleh buat? Aku harus cepat sebelum bidadari itu di ambil oleh orang lain.

Malam harinya aku menuju taman dengan sebuah gitar dan setangkai mawar di tanganku. Aku mengajak Fio untuk bertemu di taman. Aku mulai merasa percaya diri karena telah mempersiapkan semuanya dengan matang. Senyum rembulan seakan memberi semangat yang membuatku semakin percaya jika bidadari itu akan menerima cintaku malam ini.

“Hai, Fi.” Kataku membuka pembicaraan.

“Ya, kenapa ngajak ketemu malem-malem? Tumben.” Tanya Fio.

“Gapapa, males aja dirumah. Temenin gue main gitar ya.” Jawabku.

“Oh iyaudah ayo nyanyi.” Sambungnya.

Aku mulai memetik gitarku dan menyanyikan lagu Because of You dari Keith Martin. Aku rasa, itu lagu yang sangat cocok untukku.

“If ever you wondered if you touch my soul, yes you do…”Aku mulai bernyanyi.

“…..” Fio hanya terdiam menyimak setiap kata yang berhasil keluar dari bibirku.

“Because of you, my life has changed. Thank you for the love and the joy you bring. Because of you, I feel no shame. I’ll tell the world it’s because of you…”Aku mengakhiri laguku.

“Suara lo bagus juga” Komentar Fio.

“Haha, makasih. Ini buat lo.” Kataku sambil memberikan bunga yang telah kusiapkan dengan tulisan ‘Would you be mine?’

“Sorry, Yas. Gak semua yang kita ingin bisa tercapai. Gue lebih suka sama orang yang selama ini ada di belakang lo, orang yang selalu bikin kata-kata indah buat gue atas nama lo. Gue suka sama temen lo. Sorry.” Jawab Fio dan berlalu pergi meninggalkanku  bersama bunga mawar yang telah ku persiapkan itu.

Kata-kata Fio begitu terekam jelas dalam ingatanku. Mungkin semua memang salahku. Aku yang terlalu bodoh karena selalu bergantung dengan Melvin tanpa bisa mengatasi permasalahanku sendiri dengan Fio. Aku yang terlalu bodoh karena tidak mengerti bagaimana cara menghadapi seorang perempuan. Ya, ini semua salahku hingga akhirnya kini aku terjebak didalamnya tanpa tahu harus berbuat apa.


--- T  A  M  A  T  ---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar