HE IS?
Malam akan segera
berakhir. Jam beker telah bernyanyi gembira sejak 10 menit lalu. Semburat
kuning yang terlihat sejuk merangkak ke atas kasurku seakan membangunkanku.
Indah pagi ini membuatku ingin memeluk kesegaran dunia. Perlahan kulangkahkan
kakiku ke arah jendela kamar. Terlihat jalanan yang agak besar di bawah sana
mulai memadat seperti biasanya. Ya, rutinitas kota Jakarta sudah dimulai. Aku
harus bersiap untuk menghadapi sesuatu yang mungkin akan terjadi padaku hari
ini.
Namaku Ayas, lebih
tepatnya Ayas Capela. Aku adalah seorang siswa kelas 11 di salah satu sekolah
menengah atas swasta di Jakarta. Kehidupan sebagai seorang siswa adalah hal
yang menyenangkan. Kewajibanku hanya belajar, belajar, dan belajar. Walau rasa
jenuh sering kali menghampiri, namun sebagai siswa aku memiliki obat
tersendiri. Hobi dan kecintaanku terhadap futsal membuat rasa jenuh sering kali melangkahkan kakinya untuk meninggalkanku.
Hari ini aku dan
sahabatku akan menguji kemampuan bermain futsal dengan teman-teman lainya. Tim
kami akan melawan tim futsal dari sekolah negeri yang letaknya tidak berjauhan
dari sekolahku. Ini bukan kali pertama kami bertanding melawan mereka. Namun,
hasrat untuk mengalahkan mereka selalu berkobar di hati kami.
“Nanti jam 3 ya, Yas.”
Kata Melvin mengingatkanku.
“Iya, Vin. Tenang aja
gue inget kok.” Jawabku singkat.
“Tim futsal mereka bawa
anak-anak cewe, Yas. Kita mau bawa temen cewe juga gak? Iseng-iseng aja si.”
Tawar Melvin.
“Gausah, Vin. Buat apa?
Ngerepotin doang.”
Aku memang tidak
terlalu suka melibatkan perempuan kedalam urusanku. Aku rasa mereka hanyalah
mahluk lemah yang merepotkan. Tidak seperti remaja laki-laki sebayaku pada
umumnya. Aku lebih memilih menjauh dari perempuan dari pada aku harus merasakan
repotnya berurusan dengan mereka. Bahkan sampai saat ini, aku belum menemukan
seorang perempuan pun yang dapat menarik perhatianku untuk membawanya pergi
jauh kedalam kehidupan dan urusanku.
Jam sudah menunjukan
pukul 14:55 WIB, seharusnya 5 menit lagi pertandingan dimulai. Namun, tim lawan
belum juga sampai di tempat yang seharusnya. Aku rasa mereka kerepotan karena
membawa perempuan untuk ikut turut serta.
“Bener kan gue. Gue
rasa karena mereka bawa cewe makanya lama banget kaya gini.” Kataku kepada
Melvin.
“Haha, iya. Gue rasa
juga, Yas.” Jawab Melvin.
“Untung lo gak jadi…”
Belum sempat aku menyelesaikan perkataanku, tiba-tiba Melvin memotong
kalimatku.
“Yas, itu mereka udah
dateng.” Kata Melvin memotong pembicaraanku sambil menunjuk ke arah pintu
masuk.
Terlihat sekitar 7
orang laki-laki di ikuti oleh 5 orang perempuan yang menemani mereka di depan
pintu masuk. Mataku langsung tertuju kepada seorang gadis berambut panjang
sebahu yang menurutku terlihat sempurna dari ujung rambut hingga ujung kaki
yang terbungkus dockmart berwarna hitam dengan garis biru yang semakin
mempercantik tampilannya.
Perlahan ia
melangkahkan kakinya memasuki gor dengan teman-temannya dan duduk di bangku
yang berada tepat di depanku. Entah rasa apa yang kini merasuki hati dan
fikiranku. Rasannya enggan untuk mengalihkan pandanganku dari surga dunia yang
kini benar-benar hadir di depan mataku. Cantik parasnya membuatku terpaku dalam
kediaman yang cukup lama hingga Melvin menyadarkanku dari bayangan yang ada di
kepalaku.
“Yas, pake sepatu cepet
woy!” Perintah Melvin yang membuatku segera melepaskan pandanganku dari gadis
cantik itu.
Permainan futsalku
terasa berat kali ini, perhatianku terbagi karena kehadiran seorang bidadari
yang menyempatkan waktunya turun ke bumi hanya untuk menonton pertandingan
futsalku ini. Konsentrasiku terganggu dan buyar seketika saat bola mata yang
sangat indah itu memandang ke arahku. Tak lama kemudian aku istirahat dan
meminta temanku untuk menggantikan posisiku sebagai back kanan.
Kini rasa haus
mendatangiku, sebenarnya aku membawa sebotol minuman dingin dari rumah. Namun
aku sengaja membeli sebotol minuman lagi hanya untuk sekedar berjalan melewati
gadis itu. Ia duduk di tempat yang terbilang jauh dari teman-temanya. Aku rasa,
aku bisa mendapatkan sedikit perhatiannya. Entah kebodohan apa yang sedang ku
lakukan ini. Namun, aku merasa senang melakukannya.
“Nemenin cowonya futsal
ya?” Sapaku basa-basi kepada gadis itu saat aku berjalan melewatinya.
“Eh, enggak ikut temen
aja kok.” Jawabnya disertai senyum yang mempesona.
“Gue duduk sini ya?
Gapapa kan?” Tanyaku sambil membuka minuman kaleng yang ada di genggamanku.
“Iya gapapa.”
Sekitar 15 menit aku
berbincang dengan gadis yang ternyata bernama Fio ini. Refiona Alicia, nama
yang terdengar indah seperti paras pemiliknya. Semakin ku perhatikan wajahnya
semakin ia terlihat cantik mempesona. Mata coklatnya berbinar memancarkan sinar
kesejukan. Giginya putih bersih di hiasi behel berwarna tosca yang benar-benar
mendukung penampilanya. Rambutnya panjang indah berkilau. Sungguh bidadari yang
telah disia-siakan karena belum ada yang memilikinya.
Rasa penasaranku masih
berlanjut terhadap gadis di hadapanku ini. Rasanya sangat disayangkan jika aku
tidak bisa mengenal lebih jauh seorang bidadari yang tersesat ini.
“Oiya, lo anak IPA apa
IPS?” Tanyaku membuka pembicaraan baru.
“IPA.” Jawabnya
singkat.
“Wah pinter biologi
dong pasti.” Sambutku yang rasanya cukup aneh.
“Ah enggak juga. Gue
gak terlalu jago bikin animasi presentasi gitu sih. Sedangkan biologi gue
presentasi mulu, ya jadi pas-pasan deh nilai gue.” Jelasnya.
“Jadi nilai lo
terhambat cuma gara-gara presentasi? Duh parah banget. Kalo lo mau gue bisa kok
bantu lo bikin presentasi yang menarik gitu kok.” Jawabku.
Dengan bermodalkan
alasan membantu nilai presentasinya, akhirnya aku berhasil mendapatkan nomer
telepon Fio. Seiring berjalanya waktu kedekatanku semakin terasa dengan Fio.
Aku sering mengajarinya membuat presentasi yang menarik. Namun, aku hanyalah
seorang laki-laki yang tidak banyak tahu tentang perempuan. Sehingga aku masih
harus mendapat banyak bimbingan untuk mendekati Fio dari Melvin yang tentunya
sudah memiliki pengalaman yang lebih banyak tentang perempuan.
Hari ini aku telah
membuat janji dengan Fio untuk bertemu di sebuah taman. Aku ingin membantunya
membuatkan sebuah presentasi untuk pelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup.
Tentunya aku membawa Melvin untuk menemaniku, karena Fio pun membawa temanya
untuk menemaninya.
Aku tidak pernah bisa
menghadapi Fio seorang diri, itu sebabnya aku selalu meminta bantuan Melvin
tentang apapun yang berhubungan dengan Fio. Bahkan sering kali pesan singkat
Fio melalui telepon genggam dibalas oleh Melvin dan bukan olehku. Aku bukanya
tidak bisa menghadapi Fio seorang diri, hanya saja aku takut salah mengambil
langkah untuk mendapatkan hati bidadari cantik ini.
“Sekarang udah ngerti
kan cara bikin animasi yang lucu?” Tanyaku saat menyelesaikan tugas
presentasinya.
“Iya udah kok, jadi
besok-besok gue bisa bikin sendiri deh. Makasih ya udah mau ngajarin gue.”
Jawab Fio tidak lupa dengan senyum manisnya.
“Yaudah gue balik
duluan ya.” Sambungku.
Aku memang tidak bisa
mengeluarkan banyak kata-kata di hadapan Fio, aku lebih gugup saat bertemu
langsung denganya. Walau sebenarnya aku selalu menikmati setiap detik saat
bersamanya. Namun, aku terlalu canggung untuk berbincang denganya.
Senyum yang di
lontarkan Fio masih teringat jelas di kepalaku. Panasnya matahari tetap terasa
sejuk ketika aku membayangkan senyumnya. Rasa tidak ingin kehilangan terlintas
begitu saja di fikiranku. Aku berfikir bagaimana jika ada seorang laki-laki
yang ternyata menyukai Fio sepertiku? Bagaimana jika aku terlambat menyatakan
perasaanku kepadanya?
Aku memutuskan untuk
menceritakan apa yang kurasa kepada Melvin. Melvin menanggapi ceritaku dengan
baik dan ia menyuruhku untuk menyatakan perasaanku kepada Fio nanti malam.
Sebenarnya aku ragu-ragu, karena ini kali pertamaku untuk melakukan hal
tersebut. Namun, apa boleh buat? Aku harus cepat sebelum bidadari itu di ambil
oleh orang lain.
Malam harinya aku
menuju taman dengan sebuah gitar dan setangkai mawar di tanganku. Aku mengajak
Fio untuk bertemu di taman. Aku mulai merasa percaya diri karena telah
mempersiapkan semuanya dengan matang. Senyum rembulan seakan memberi semangat
yang membuatku semakin percaya jika bidadari itu akan menerima cintaku malam
ini.
“Hai, Fi.” Kataku
membuka pembicaraan.
“Ya, kenapa ngajak
ketemu malem-malem? Tumben.” Tanya Fio.
“Gapapa, males aja
dirumah. Temenin gue main gitar ya.” Jawabku.
“Oh iyaudah ayo
nyanyi.” Sambungnya.
Aku mulai memetik
gitarku dan menyanyikan lagu Because of You dari Keith Martin. Aku rasa, itu
lagu yang sangat cocok untukku.
“If
ever you wondered if you touch my soul, yes you do…”Aku mulai bernyanyi.
“…..” Fio hanya terdiam
menyimak setiap kata yang berhasil keluar dari bibirku.
“Because
of you, my life has changed. Thank you for the love and the joy you bring.
Because of you, I feel no shame. I’ll tell the world it’s because of you…”Aku mengakhiri laguku.
“Suara lo bagus juga”
Komentar Fio.
“Haha, makasih. Ini
buat lo.” Kataku sambil memberikan bunga yang telah kusiapkan dengan tulisan
‘Would you be mine?’
“Sorry, Yas. Gak semua
yang kita ingin bisa tercapai. Gue lebih suka sama orang yang selama ini ada di
belakang lo, orang yang selalu bikin kata-kata indah buat gue atas nama lo. Gue
suka sama temen lo. Sorry.” Jawab Fio dan berlalu pergi meninggalkanku bersama bunga mawar yang telah ku persiapkan
itu.
Kata-kata Fio begitu
terekam jelas dalam ingatanku. Mungkin semua memang salahku. Aku yang terlalu
bodoh karena selalu bergantung dengan Melvin tanpa bisa mengatasi
permasalahanku sendiri dengan Fio. Aku yang terlalu bodoh karena tidak mengerti
bagaimana cara menghadapi seorang perempuan. Ya, ini semua salahku hingga
akhirnya kini aku terjebak didalamnya tanpa tahu harus berbuat apa.
---
T A M A T ---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar