Rabu, 01 April 2015

Cerpen (ELANG)

ELANG

Jam menunjukkan pukul 5 pagi, mentari mulai beranjak dari ufuk timur memberikan senyumannya untuk  menyapa semua mahluk hidup di muka bumi ini dan membangunkan orang-orang dari dunia mimpi. Ayam-ayam saling bernyanyi bersahutan menambah kekhasan suasana di pagi ini. Harumnya embun pagi memberikan semangat baru di hari ini. Sejenak kupandang langit yang mulai menguning dari jendela kamarku, langit terlihat cerah dan tampak bersahaja. Aku harap hari ini bisa sesahaja langit pagi.

            Kulihat bunga warna-warni yang terlihat indah dari atas sini. Itulah yang membuatku merasa betah tinggal di kota ini. Aku tinggal seorang diri di kota Bandung, jauh dari orang tua dan sanak saudara di Jakarta. Teman-temanku biasa memanggilku Agan. Walau sebenarnya namaku jauh dari kata itu. Aku terlahir dengan nama Elang Phalanges. Ibuku memberi nama seperti itu karena berharap aku akan menjadi anak yang kuat seperti cengkraman elang. Ya, tentu saja. Semua orang tua jelas mengharapkan seorang anak laki-laki yang kuat.

Terlepas dari semua itu. Aku akan menceritakan sedikit tentang kehidupanku di masa-masa peralihanku dari remaja menuju dewasa ini. Masa-masa yang banyak dibilang orang adalah masa-masa yang paling menyenangkan. Masa-masa yang saat ini sedang kujalani dengan penuh suka dan duka. Ku awali masa ini sebagai mahasiswa baru di salah satu Universitas di Bandung. Seperti mahasiswa biasanya sebelum aku memulai pendidikan di unversitas pilihanku, aku harus menjalankan Ospek yang tentunya di bimbing oleh senior-senior yang menyebalkan.


        Dengan penuh kesabaran, dan Alhamdulillah akhirnya kegiatan orientasi berhasil ku lalui. Senang rasanya telah melewati kegiatan itu, kegiatan yang membuatku mengenal lebih jauh seluk beluk universitas ini dan  membuatku  mengenal seseorang yang telah berhasil menarik perhatianku. Kurasa ini memang terbilang singkat untuk memiliki rasa ketertarikan kepada wanita itu. Namun, itulah yang sedang kurasakan saat ini.

            Nama gadis itu Vanilla, nama yang manis untuk gadis yang jauh lebih manis. Ia satu jurusan denganku. Badanya cukup tinggi, kulitnya putih dan  wajah menawan. Itulah yang membuatku terjatuh akan rasa ketertarikan yang sangat dalam. Matanya yang jernih berbinar membuatku terpikat akan keindahan yang telah Tuhan ciptakan ini.

Sebenarnya perjumpaanku dan Vanilla untuk yang pertama kalinya bisa dibilang bukanlah pertemuan yang indah. Saat itu hari ke tiga masa Orientasi, sekitar pukul 7 kami diwajibkan berkumpul di gelanggang olahraga untuk melakukan olahraga pagi. Hari itu Vanilla terlihat begitu mempesona. Warna kemerahan di pipinya membuat jantung ini berdebar lebih kencang dan mambuat salivaku terasa sulit untuk ku telan kedalam kerongkonganku.

            Sekitar 15 menit aku menunggu teman-temanku yang lain. Saat semua mahasiswa baru sudah berkumpul, panitia menyebutkan kegiatan olahraga pagi ini. Kali ini kami harus berpasang-pasangan, sungguh sesuatu hal yang sangat membosankan. Aku memutuskan untuk berdiri terdiam di tempatku berpijak. Aku fikir sesaat lagi akan ada mahasiswa lain yang mengajakku untuk berpasangan dengannya.

Ku lirik jam tangan yang selalu setia merekat di pergelangan tanganku ini. 10.. 20.. 30.. sudah 30 detik aku menunggu dan tidak ada seorangpun yang mengajakku untuk berpasangan denganya. Sedangkan sudah hampir semua temanku pindah barisan ke sebelah kiri bersama pasangan mereka masing-masing. Namun aku masih saja berdiri di tempat awal tanpa bergeser satu inci-pun. Ah jangan-jangan jumlah kami ganjil. Oh Tuhan jangan biarkan hal itu terjadi. Senior-seniorku pasti akan meledek, mentertawakan, bahkan mengerjaiku habis-habisan jika aku tidak memiliki pasangan.

Aku segera memutuskan untuk membalikan badanku dan berharap masih ada orang yang berdiri di belakangku. Dan ya, keberuntungan masih berpihak padaku. Ku lihat seorang gadis yang sedang berjalan ke arah belakang menjauhiku. Oh tidak, ia sedang menuju ke arah mahasiswa lain. Hanya tinggal kami bertiga yang belum memiliki pasangan. Dan aku tidak mau menjadi mahasiswa yang tidak memiliki pasangan.

Tanpa berfikir panjang ku langkahkan kakiku secepat kilat menuju gadis tersebut. Segera ku gapai jemarinya yang terlihat bersih dan indah itu. Namun karena terburu-buru, aku terlalu kencang menarik gadis tersebut dan terjadilah insiden yang cukup memalukan. Gadis itu terjatuh tepat di hadapanku. Sebagai laki-laki yang selalu ingin terlihat stay cool aku merundukan diriku dan mengecek keadaanya.

“Lo gapapa?” Tanyaku sambil menatap gadis itu.

            “Auhh..” Rintih gadis itu sambil memegang kearah kakinya yang terlihat sedikit memar.

“Sorry, gue gak sengaja. Gue Cuma mau ngajak lo buat jadi pasangan gue.” Kataku. Tidak lupa ku sematkan sebuah senyuman yang ku harap bisa menjadi sebuah senyuman yang indah baginya.

“Em, iya gapapa. Tapi kayanya gue terkilir deh.” Jawab gadis itu saat mencoba bangkit dari posisi duduknya.

“Biar gue bantu.” Ku rangkul gadis itu dan kubawanya ke unit kesehatan. “Oiya, siapa nama lo?” Tanyaku.

“Vanilla.”

            Pagi itu terasa sangat indah bagiku, walau kejadian itu membuatku terkena hukuman dari seniorku. Tapi itu bukan masalah untukku. Bahkan segala sesuatu yang terjadi padaku hariini tampak positif bagiku. Terutama dimana perempuan itu atau Vanilla mulai berteman denganku..What a beautiful day!.

            Sejak saat itu lah aku mengenal seorang gadis yang mendekati sempurna bagiku. Waktu terus berlalu, hubunganku dengan Vanilla kini terasa semakin dekat. Makin banyak yang kuketahui tentang perempuan itu, dia sangat sederhana. Kebaikan hatinya lah yang membuatku sangat antusias terhadap dirinya, hingga sesuatu datang ke dalam pikiranku. Aku rasa, aku telah jatuh cinta pada mahluk Tuhan yang satu ini.

Perasaan ini semakin hari semakin kuat dan semakin besar tumbuh di hatiku. Vanilla juga selalu memberi tanggapan baik tentang segala sesuatu yang ku mulai untuk mendekatinya. Bahkan kini ia sudah berani bertanya tentang hal-hal yang kurasa sudah masuk kedalam batas pribadiku. Aku fikir ia mulai menyukaiku.

Pernah suatu ketika Vanilla memintaku memainkan sebuah lagu dengan gitar untuknya. Ia memintaku merekamnya dan mengirimkannya melalui salah satu media sosial. Ia sangat tertarik dengan permainan gitarku. Hingga ia mengajakku untuk menciptakan sebuah lagu bersama. Harus ku akui Vanilla memang lihai dalam merangkai kata-kata indah. Lirik lagu yang ia ciptakan bisa ku pastikan akan memikat hati para pendengarnya. Ditambah suaranya yang merdu membuatku terpikat lebih jauh pada dirinya.

Cintamu tak akan pernah membebaskanku

Bagaimana mungkin aku bisa mencari cinta yang lain

Saat sayap-sayapku telah patah karenamu

Cintamu akan tetap tinggal bersamaku

Hingga akhir hayatku dan setelah kematianku

Hingga nanti tangan Tuhan yang akan kembali mempersatukan kita            

Betapa hati ini telah terpikat pada sosok terang dalam kegelapan

Yang telah menghidupkan sinar redupku

Barisan kalimat yang telah kami ciptakan selama kurang lebih seminggu ini kini telah menjadi sebuah alunan yang terdengar indah. Lirik yang indah dan dinyanyikan oleh wanita yang jauh lebih indah. Suaranya selalu terngiang di telinga hingga menyentuh ke dalam hatiku. Liriknya pun terdengar seperti sebuah kode untukku. Sepertinya ia memang telah memiliki perasaaan yang sama terhadapku.

“Suara lo bagus.” Pujiku

“Ah, bagusan juga permainan gitar lo.” Balasnya

“Oh iya, sebenernya setiap malem sehabis kita bikin lagu. Gue selalu bikin lagu sendiri loh. Mau dengerin gak?” Tanyaku.

Ya, sebenarnya aku sudah lama membuat sebuah lagu yang memang ku persiapkan untuk Vanilla. Aku sengaja membuatnya untuk menyatakan perasaannku kepadanya. Dengan mengumpulkan semua rasa percaya diriku. Akhirnya aku memutuskan untuk menyanyikannya di hadapan Vanilla. Aku akan menyatakan perasaanku kepadanya sekarang juga. Aku mulai memetik satu-persatu senar gitar yang telah ku pegang sedari tadi. Perlahan, tapi pasti. Dengan suara yang aku rasa memang tidak terlalu bagus ini aku mulai menyanyikan lagu yang telah lama ku persiapkan. Tegang memang, namun aku tetaplah harus menjadi seorang Elang Phalanges yang selalu terlihat stay cool.

Melodi ini milik kita berdua, dengarkanlah dan kenang masa kita

Kini  waktu pun telah berlalu… Kau dihatiku…

Karena waktu tak pernah berhenti berdetak waktu telah merubah segalanya

Dan semua tentangmu telah tertanam jauh dihatiku…

Di hatiku kau tak akan berubah hanya kamu tak akan pernah terganti

Lagu itu selalu ku ingat dan setiap ku nyanyikan terbayang dirimu

Tak peduli waktu berlalu… Kau selalu di hatiku…

Ku akhiri lagu itu dengan sebuah senyum hangat. Senyum yang kurasa akan menjadi senyum terindahku. Sebuah senyum dengan penuh dengan pengharapan. Ku perhatikan wajah Vanilla mulai berubah. Aku rasa ia mengerti tentang apa yang kusampaikan melalui lagu ini.

“Gimana, Van? Mau kan jadi pacar gue?” Tanyaku langsung kepada intinya.

“Gue mau nanya. Lo anggep apa kedekatan kita selama ini? Kalo lo anggep ini PDKT, lo salah. Lo tau? Gue ngajak lo bikin lagu untuk apa?” Vanilla malah balik bertanya kepadaku dengan tatapan yang benar-benar serius.

“…” Aku hanya terdiam memandang Vanilla dalam keheningan.

“Lagu itu gue ciptain buat hadiah annive gue sama pacar gue yang ke 3 tahun. Jadi tanpa gue jawab pertanyaan lo, lo tau kan apa yang bakal gue ucap?” Kata Vanilla yang berlalu pergi.

Kata-kata yang keluar mulus dari bibir Vanilla memang sebuah kata-kata singkat untuk menjelaskan semuanya. Namun, layaknya cengkraman elang, aku harus tetap kuat menghadapi perempuan yang telah menghancurkan hatiku ini. Aku akan tetap terlihat stay cool di hadapannya. Karena itulah aku, Elang Phalanges.

* TAMAT *



Tidak ada komentar:

Posting Komentar