Rabu, 01 April 2015

Cerpen (PHP)

PHP?
            Hari ini menjadi hari yang sangat melelahkan untuk dua orang sahabat yang selalu bersama ini, Brenda dan Alin. Bagaimana tidak? Hari ini mereka di sibukan oleh banyak tugas kelompok yang sangat memakan waktu. Sepulang sekolah mereka menyempatkan diri untuk mampir ke salah satu tempat makan yang biasa mereka datangi. Sesekali mereka berbincang mengenai Vando, seorang siswa baru dikelas mereka.

“Lin, tadi waktu kerja kelompok Vando ngeliatin  gue gitu tau. Bikin gue geer aja, haha” Kata Brenda memulai pembicaraan.

“Dia suka kali sama lo, Bren.” Jawab Alin singkat.

“Woo ngarep banget itu sih gue haha. Vando ganteng banget, Lin.”

“Yaudah deketin lah.” Jawab Alin lagi yang disambut senyuman oleh Brenda.

Esok hari dan seterusnya Brenda mulai melancarkan aksinya untuk mendekati Vando. Brenda mulai mencari perhatian Vando dengan mengajaknya ke kantin atau sekedar menanyakan tugas. Semua sikap Brenda ditanggapi dengan baik oleh Vando. Ini membuka jalan Brenda untuk mendekati Vando. Bahkan kini Vando sudah mulai berani untuk menanyakan hal-hal yang bersifat privasi kepada Brenda.


“Bren, lo suka hewan apa?” Tanya Vando.

“Hem, dari dulu gue sama alin suka banget tupai. Bahkan gue udah punya 2 tupai loh dirumah.” Jawab Brenda antusias.

“Tupai? Wah kok kesukaan kita sama ya. Gue juga suka tupai, tapi gue gak punya tupai. Susah ngerawatnya.” Kata Vando.

“Gak susah kok, gue bisa ngajarin lo ngerawatnya kalo lo mau.”

“Beneran? Kalo gitu pulang sekolah gue kerumah lo ya. Boleh?” Kata Vando

“Boleh kok, boleh banget malah.” Jawab Brenda di iringi senyum yang menawan.

Sepulang sekolah Vando dan Brenda langsung menuju rumah Brenda. Brenda menerangkan banyak hal mengenai tupai kepada Vando dengan sesekali diiringi canda yang memperlihatkan kedekatan mereka yang terjalin indah.

“Tupainya gede banget ya lucu, kalo punya Alin selucu ini gak?” Tanya Vando.

“Alin gak punya tupai, dia gak suka tupai yang gede gini. Dia sukanya tupai yang masih kecil gitu. Dan selama ini kalo gue sama Alin nyari tupai dapetnya yang gede gini.” Jelas Brenda

“Oh. Ini tupainya namanya siapa, Bren?” Tanya Vando lagi.

“Ini namanya Mclaryn, nama belakang gue. hehe.” Jawab Brenda.

“Yang satunya namanya siapa?”

“Ini tupai cowo baru beli kemarin. Jadi belum ada namanya, gue bingung.” Kata Brenda

“Gimana kalo lo kasih nama Aviarezky? Nama belakang gue.” Kata Vando sambil menunjukan ukiran senyum yang sangat mempesona.

“Ehm, iyy yauuddah.” Jawab Brenda gugup bercampur grogi.

“Pipi lo merah, Bren.” Goda Vando

“Apaan sih.” Elak Brenda menyikut perut Vando pelan.

Kedekatan Vando dan Brenda semakin terlihat karena keduanya sama-sama menyukai tupai. Semua kegiatan yang dilakukan oleh tupai-tupainya selalu di foto oleh Brenda dan selalu di tunjukan kepada Vando. Vando selalu antusias mendengarkan cerita Brenda mengenai tupainya.

“Van, liat ini deh Mclaryn lagi hamil loh bentar lagi lahiran. Lucu banget ya.” Kata Brenda menunjukan foto tupainya kepada Vando.

“Iya lucu banget kaya pemiliknya. Kirimin fotonya dong.” Pinta Vando.

“Yee. Udah tuh cek wa aja ya.” Jawab Brenda.

“Kok Cuma foto Mclaryn doang, Bren?” Kata Vando.

“Loh emang foto siapa lagi? Foto Aviarezky? Dia mah gak lucu wlekkk.” Ledek Brenda.

“Enggak, foto pemiliknya gak sekalian dikirimin?” Goda Vando yang seketika membuat wajah cantik Brenda berubah menjadi merah tomat.

Minggu berganti minggu, kedekatan Brenda dan Vando mungkin bisa dikatakan sudah mencapai puncaknya. Dan bayi-bayi tupai pun telah dilahirkan oleh induknya. Hari ini Vando datang kerumah Brenda membawakan seikat bunga dan sebatang coklat.

“Hai, Bren.” Sapa Vando saat Brenda membukakan pintu rumahnya.

“Hai, Van. Ada apa? Tumben dateng kerumah gak bilang-bilang dulu.” Jawab Brenda

“Enggak ada apa-apa Cuma mau ngasih ini buat Mclaryn yang baru lahiran.” Kata Vando memberikan sebatang coklat dan bunganya.

“Hah? Ada-ada aja lo. Mana ada tupai yang suka coklat sama bunga.” Jawab Brenda

“Oh, Mclaryn gak suka coklat ya? Kalo pemiliknya suka gak? Hehe.” Kata Vando.

“Yee, bilang aja emang mau ngasih gue. Pake alesan lagi, woo.” Goda Brenda.

“Haha, yaudah ini buat lo.” Kata Vando sambil memberikan coklat dan bunganya.

“Ehmm, makasih ya Van.” Jawab Brenda yang kini jantungnya berdegup kencang.

“Hehe, iya sama-sama. Bren, sebenernya gue dateng pingin nanya sama lo.” Kata-kata Vando terpotong.

“Nanya apa?” Jawab Brenda tambah grogi.

“Hem, lo mau gak? Hemm…”

“Mau apa vannnn…?” Brenda sangat penasaran dengan kalimat yang akan diucapkan oleh Vando. “Ayo van ngomong, mau apa? Mau jadi pacar lo? Kalo mau nanya itu gue jawab mau bangettt, Van.” kata Brenda berharap  dalam hati.

“Aduh gimana ngomongnya ya.” Kata Vando gugup.

“Yaudah ngomong aja, mau ngomong apa sih?” Tanya Brenda memancing Vando untuk mengatakan apa yang ingin dikatakanya.

“Hem sebenernya gue mau nanya, boleh gak gue minta anaknya McLaryn? Satuuu ajaa... Kemaren ade gue liat fotonya terus dia minta anak tupainya. Boleh ya, Bren.” Kata Vando yang membuat senyum Brenda memudar perlahan.

“Ohh minta anaknya Mclaryn. Kirain mau ngomong apa. Yaudah, ambil aja lo mau yang mana?” Tawar Brenda.

“Beneran boleh, Bren? Yang ini aja deh. Makasih ya, Bren.” Kata Vando.

Kalimat yang diinginkan Brenda ternyata tidak keluar dari mulut Vando malam ini. Menyebalkan memang, namun bunga dan coklat yang telah diberikan Vando sudah cukup untuk membuat Brenda lebih dari senang. Brenda juga tidak marah karena anak tupai yang ia sayangi di minta oleh Vando. Justru ia senang karena sekarang Brenda merasa ada ikatan dengan Vando melalui anak tupai yang kini dimiliki Vando.

Esok harinya Brenda menemui Alin di sekolah untuk menceritakan kejadian yang dialaminya tadi malam tentang Vando. Dengan antusias Brenda menceritakannya dan antusias juga Alin menyimaknya dengan seksama. Alin ikut senang mendengar berita yang disampaikan Brenda, ia juga setuju jika Brenda dan Vando memiliki hubungan lebih.

“Ye, elo sekarang sama Vando mulu. Ya gue ikut seneng sih, tapi gue jadi di lupain gini sama lo. Udah 2 minggu loh, Bren. Kita gak main bareng gara-gara lo sama Vando muluu. Wooo.” Kata Alin menggoda Brenda.

“Hehe maaf sahabatku yang cantik tiada taraaa. Gue gak lupa lo kok beb.”  Kata Brenda memeluk Alin bergurau.

“Yaudah kalo gak lupa nanti malem jangan lupa kerumah gue.” Kata Alin

“Oiya lo ulangtahun ke 17 ya? Rame dong, ciyee yang udah 17 tahun. Happy Birthday sahabat gue yang paling-paling.” Kata Brenda mencubit pipi Alin.

Malam harinya Brenda datang kerumah Alin. Disana sudah ramai dan sudah ada Vando juga. Acara sudah dimulai, tumpukan kado sudah ada di atas meja yang terletak di tengah-tengah garden party ini. Setelah Alin meniup lilin, teman-teman Alin memintanya untuk membuka kado satu persatu. Banyak kado-kado menarik yang diberikan untuk Alin. Dan tibalah saatnya Alin membuka sebuah kotak dengan secarik kertas diatasnya.

“Ciye Alin ada suratnya tuh sini-sini gue bacain suratnya.” Kata Brenda mengambil kado.

“Sini Brendaaa.” Kata Alin yang tak berdaya kado dirampas oleh Brenda.

Lin, jadi penggemar rahasia itu menyenangkan ya. Makasih udah bikin gue jadi penggemar rahasia lo. Gue harap lo suka kado gue.” Kata Brenda membacakan surat yang tertera diatas kado Alin. Alin hanya tersipu malu mendengarkanya.

“Buka ya, Lin.” Izin Brenda kepada Alin yang hanya dibalas anggukan oleh Alin.

“Wawwwww….” Teriak semua teman perempuan Alin yang terkejut dan terpesona dengan kado yang ternyata berisi anak tupai itu.

Kini Brenda terpaku dalam posisinya, dalam hitungan detik sudah ada sungai kecil yang mengalir dari mata ke pipi Brenda. Alin pun terdiam tanpa kata hingga Brenda berlari meninggalkan pesta.



Tamat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar