PHP?
Hari ini menjadi hari yang sangat
melelahkan untuk dua orang sahabat yang selalu bersama ini, Brenda dan Alin.
Bagaimana tidak? Hari ini mereka di sibukan oleh banyak tugas kelompok yang
sangat memakan waktu. Sepulang sekolah mereka menyempatkan diri untuk mampir ke
salah satu tempat makan yang biasa mereka datangi. Sesekali mereka berbincang
mengenai Vando, seorang siswa baru dikelas mereka.
“Lin, tadi waktu kerja kelompok Vando ngeliatin gue gitu tau. Bikin gue geer aja, haha” Kata
Brenda memulai pembicaraan.
“Dia suka kali sama lo, Bren.” Jawab Alin singkat.
“Woo ngarep banget itu sih gue haha. Vando ganteng
banget, Lin.”
“Yaudah deketin lah.” Jawab Alin lagi yang disambut
senyuman oleh Brenda.
Esok hari dan seterusnya Brenda mulai melancarkan
aksinya untuk mendekati Vando. Brenda mulai mencari perhatian Vando dengan
mengajaknya ke kantin atau sekedar menanyakan tugas. Semua sikap Brenda
ditanggapi dengan baik oleh Vando. Ini membuka jalan Brenda untuk mendekati
Vando. Bahkan kini Vando sudah mulai berani untuk menanyakan hal-hal yang
bersifat privasi kepada Brenda.
“Bren, lo suka hewan apa?” Tanya Vando.
“Hem, dari dulu gue sama alin suka banget tupai.
Bahkan gue udah punya 2 tupai loh dirumah.” Jawab Brenda antusias.
“Tupai? Wah kok kesukaan kita sama ya. Gue juga suka
tupai, tapi gue gak punya tupai. Susah ngerawatnya.” Kata Vando.
“Gak susah kok, gue bisa ngajarin lo ngerawatnya
kalo lo mau.”
“Beneran? Kalo gitu pulang sekolah gue kerumah lo
ya. Boleh?” Kata Vando
“Boleh kok, boleh banget malah.” Jawab Brenda di
iringi senyum yang menawan.
Sepulang sekolah Vando dan Brenda langsung menuju
rumah Brenda. Brenda menerangkan banyak hal mengenai tupai kepada Vando dengan
sesekali diiringi canda yang memperlihatkan kedekatan mereka yang terjalin indah.
“Tupainya gede banget ya lucu, kalo punya Alin
selucu ini gak?” Tanya Vando.
“Alin gak punya tupai, dia gak suka tupai yang gede
gini. Dia sukanya tupai yang masih kecil gitu. Dan selama ini kalo gue sama
Alin nyari tupai dapetnya yang gede gini.” Jelas Brenda
“Oh. Ini tupainya namanya siapa, Bren?” Tanya Vando
lagi.
“Ini namanya Mclaryn, nama belakang gue. hehe.”
Jawab Brenda.
“Yang satunya namanya siapa?”
“Ini tupai cowo baru beli kemarin. Jadi belum ada
namanya, gue bingung.” Kata Brenda
“Gimana kalo lo kasih nama Aviarezky? Nama belakang
gue.” Kata Vando sambil menunjukan ukiran senyum yang sangat mempesona.
“Ehm, iyy yauuddah.” Jawab Brenda gugup bercampur
grogi.
“Pipi lo merah, Bren.” Goda Vando
“Apaan sih.” Elak Brenda menyikut perut Vando pelan.
Kedekatan Vando dan Brenda semakin terlihat karena
keduanya sama-sama menyukai tupai. Semua kegiatan yang dilakukan oleh
tupai-tupainya selalu di foto oleh Brenda dan selalu di tunjukan kepada Vando. Vando
selalu antusias mendengarkan cerita Brenda mengenai tupainya.
“Van, liat ini deh Mclaryn lagi hamil loh bentar
lagi lahiran. Lucu banget ya.” Kata Brenda menunjukan foto tupainya kepada
Vando.
“Iya lucu banget kaya pemiliknya. Kirimin fotonya
dong.” Pinta Vando.
“Yee. Udah tuh cek wa aja ya.” Jawab Brenda.
“Kok Cuma foto Mclaryn doang, Bren?” Kata Vando.
“Loh emang foto siapa lagi? Foto Aviarezky? Dia mah
gak lucu wlekkk.” Ledek Brenda.
“Enggak, foto pemiliknya gak sekalian dikirimin?”
Goda Vando yang seketika membuat wajah cantik Brenda berubah menjadi merah
tomat.
Minggu berganti minggu, kedekatan Brenda dan Vando
mungkin bisa dikatakan sudah mencapai puncaknya. Dan bayi-bayi tupai pun telah
dilahirkan oleh induknya. Hari ini Vando datang kerumah Brenda membawakan
seikat bunga dan sebatang coklat.
“Hai, Bren.” Sapa Vando saat Brenda membukakan pintu
rumahnya.
“Hai, Van. Ada apa? Tumben dateng kerumah gak
bilang-bilang dulu.” Jawab Brenda
“Enggak ada apa-apa Cuma mau ngasih ini buat Mclaryn
yang baru lahiran.” Kata Vando memberikan sebatang coklat dan bunganya.
“Hah? Ada-ada aja lo. Mana ada tupai yang suka
coklat sama bunga.” Jawab Brenda
“Oh, Mclaryn gak suka coklat ya? Kalo pemiliknya
suka gak? Hehe.” Kata Vando.
“Yee, bilang aja emang mau ngasih gue. Pake alesan
lagi, woo.” Goda Brenda.
“Haha, yaudah ini buat lo.” Kata Vando sambil
memberikan coklat dan bunganya.
“Ehmm, makasih ya Van.” Jawab Brenda yang kini jantungnya
berdegup kencang.
“Hehe, iya sama-sama. Bren, sebenernya gue dateng
pingin nanya sama lo.” Kata-kata Vando terpotong.
“Nanya apa?” Jawab Brenda tambah grogi.
“Hem, lo mau gak? Hemm…”
“Mau apa vannnn…?” Brenda sangat penasaran dengan
kalimat yang akan diucapkan oleh Vando. “Ayo van ngomong, mau apa? Mau jadi
pacar lo? Kalo mau nanya itu gue jawab mau bangettt, Van.” kata Brenda berharap dalam hati.
“Aduh gimana ngomongnya ya.” Kata Vando gugup.
“Yaudah ngomong aja, mau ngomong apa sih?” Tanya
Brenda memancing Vando untuk mengatakan apa yang ingin dikatakanya.
“Hem sebenernya gue mau nanya, boleh gak gue minta
anaknya McLaryn? Satuuu ajaa... Kemaren ade gue liat fotonya terus dia minta
anak tupainya. Boleh ya, Bren.” Kata Vando yang membuat senyum Brenda memudar
perlahan.
“Ohh minta anaknya Mclaryn. Kirain mau ngomong apa.
Yaudah, ambil aja lo mau yang mana?” Tawar Brenda.
“Beneran boleh, Bren? Yang ini aja deh. Makasih ya,
Bren.” Kata Vando.
Kalimat yang diinginkan Brenda ternyata tidak keluar
dari mulut Vando malam ini. Menyebalkan memang, namun bunga dan coklat yang
telah diberikan Vando sudah cukup untuk membuat Brenda lebih dari senang.
Brenda juga tidak marah karena anak tupai yang ia sayangi di minta oleh Vando.
Justru ia senang karena sekarang Brenda merasa ada ikatan dengan Vando melalui
anak tupai yang kini dimiliki Vando.
Esok harinya Brenda menemui Alin di sekolah untuk
menceritakan kejadian yang dialaminya tadi malam tentang Vando. Dengan antusias
Brenda menceritakannya dan antusias juga Alin menyimaknya dengan seksama. Alin
ikut senang mendengar berita yang disampaikan Brenda, ia juga setuju jika
Brenda dan Vando memiliki hubungan lebih.
“Ye, elo sekarang sama Vando mulu. Ya gue ikut
seneng sih, tapi gue jadi di lupain gini sama lo. Udah 2 minggu loh, Bren. Kita
gak main bareng gara-gara lo sama Vando muluu. Wooo.” Kata Alin menggoda
Brenda.
“Hehe maaf sahabatku yang cantik tiada taraaa. Gue
gak lupa lo kok beb.” Kata Brenda
memeluk Alin bergurau.
“Yaudah kalo gak lupa nanti malem jangan lupa
kerumah gue.” Kata Alin
“Oiya lo ulangtahun ke 17 ya? Rame dong, ciyee yang
udah 17 tahun. Happy Birthday sahabat gue yang paling-paling.” Kata Brenda
mencubit pipi Alin.
Malam harinya Brenda datang kerumah Alin. Disana
sudah ramai dan sudah ada Vando juga. Acara sudah dimulai, tumpukan kado sudah
ada di atas meja yang terletak di tengah-tengah garden party ini. Setelah Alin
meniup lilin, teman-teman Alin memintanya untuk membuka kado satu persatu.
Banyak kado-kado menarik yang diberikan untuk Alin. Dan tibalah saatnya Alin
membuka sebuah kotak dengan secarik kertas diatasnya.
“Ciye Alin ada suratnya tuh sini-sini gue bacain suratnya.”
Kata Brenda mengambil kado.
“Sini Brendaaa.” Kata Alin yang tak berdaya kado
dirampas oleh Brenda.
“Lin, jadi
penggemar rahasia itu menyenangkan ya. Makasih udah bikin gue jadi penggemar
rahasia lo. Gue harap lo suka kado gue.” Kata Brenda membacakan surat yang
tertera diatas kado Alin. Alin hanya tersipu malu mendengarkanya.
“Buka ya, Lin.” Izin Brenda kepada Alin yang hanya
dibalas anggukan oleh Alin.
“Wawwwww….” Teriak semua teman perempuan Alin yang
terkejut dan terpesona dengan kado yang ternyata berisi anak tupai itu.
Kini Brenda terpaku dalam posisinya, dalam hitungan
detik sudah ada sungai kecil yang mengalir dari mata ke pipi Brenda. Alin pun
terdiam tanpa kata hingga Brenda berlari meninggalkan pesta.
Tamat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar