Selasa, 21 Agustus 2012

Tulisan yang Tak Akan Pernah Usai



Sebagian dari mereka yang kaya menyesal dilahirkan karna semasa hidupnya mereka lebih banyak menghabiskan waktu untuk berfikir bagaimana mempertahankan dan mengelola kekayaan dibandingkan untuk menikmatinya, bahkan mereka hampir tak punya waktu untuk merasakan kebersamaan dalam keluarganya.
Sebagian dari mereka yang miskin menyesal dilahirkan karna semasa hidupnya mereka lebih banyak menghabiskan waktu untuk berfikir bagaimana mendapatkan uang untuk makan, tempat untuk tidur, bahkan mereka hanya bisa berkhayal memiliki pakaian yang layak untuk melindungi diri dari rekahan senyum sang surya.
Sebagian dari mereka yang cantik menyesal dilahirkan karna semasa hidupnya mereka lebih banyak menghabiskan waktu untuk berfikir bagaimana menampilkan dirinya sesempurna mungkin sambil menjaga dirinya dari pandangan-pandangan yang menelanjangi tubuh indah mereka, bahkan mereka harus merasa bersalah ketika membuat tubuh mereka sedikit saja tampak berisi.

Sebagian dari sebagian yang dilahirkan dan melahirkan sering kali merasakan, memperlihatkan, memperdengarkan penyesalan akan sebuah kelahiran.



Apakah sebenarnya makna dan arti dari kata “lahir” ?

Lagi, kali ini, seutas kata yang menjadi misteri Ilahi merasuki alam pikir dan lalu dalam sekejap saja meng-obrak abrik seisi hati.


Manusia darimana asalnya?

Kelahiran apakah sebuah pertanda?
Pertanda bahagia ataukah bahaya?

Ketika diskusi disadari ternyata adalah sebuah inseminasi doktrinasi yang dengan keterikhlasan mutlak telah disetujui,

Kemana harus bertanya mengapa?
Dimana harus mencari tahu jawabnya?


Titik demi titik merintik,
Satu demi satu mengabu,
Menarik untuk memilu seiring detik yang menggebu.


Ketika pendidikan dan pengetahuan yang selama ini dikumpulkan ternyata adalah sumber dari segala penderitaan yang selalu dirasakan,
lalu manusia-manusia masa depan bisa melakukan apa?
atau manusia kemudian hanya akan bias dengan tanda tanya saja?


Ketika sakit ternyata adalah sebuah nikmat yang penuh hikmat,
lalu apakah semua akan selesai?
atau justru baru akan dimulai?

Kemungkinan-kemungkinan itu apakah nantinya akan memungkinkan?
Atau malah justru meniadakan apa yang terlanjur teradakan?


Ketika sebuah kelahiran ternyata adalah sebuah keterpaksaan. . . . . .

Kelahiran bukanlah sebuah pilihan.
Karna jika kelahiran adalah pilihan, maka suara-suara yang berteriak tak ingin dilahirkan itu pasti tak pernah diperdengarkan.

Kelahiran pun bukanlah sebuah kebijakan.
Karna jika kelahiran adalah kebijakan, maka riak-riak permohonan akan seonggok keadilan itu pasti tak pernah dipertontonkan.

Kelahirnya sejatinya juga bukanlah sebuah keinginan atau bahkan kebutuhan.
Tangisan anak manusia yang baru saja menghembuskan nafas pertamanya pertanda akan kebelumtahuan akan apa yang diinginkan dan dibutuhkannya.
Masa depan? Masa itu saja pun tak pernah diingatnya ketika ia beranjak dewasa kan?

Adakah kamu tau bagaimana, mengapa, untuk apa, dan dimana kamu menghirup gelembung-gelembung senyawa yang mengandung unsur oksigen untuk pertama kalinya?
Bukan lupa, tapi bahkan kamu tidak pernah mengetahuinya secara sadar, jadi bagaimana mungkin kamu dapat mengingatnya ketika usiamu sudah lagi bukan satuan angka.


Pendidikan, pengetahuan, keilmuan, pengalaman, dan segala yang ditambahkan pada diri apakah benar ataukah salah tak ada seorangpun mampu memastikannya secara sah dan tak terbantah.

Orang-orang yang bermasalah belum tentu bersalah.
Orang-orang yang bergelimang belum tentu tak berlinang.
Begitupun orang-orang yang berlinang, belum tentu tak bergelimang.

Manusia lahir.
Manusia hadir.
Dan manusia pun akan berkenalan dengan akhir.

Manusia dikandung.
Manusia mendengung.
Dan manusia pun akan kemudian berpulang.

Berjalan meniti,
Berlari merintih,
Melompat lebih tinggi,
Kemudian jatuh,
Bangkit lagi,
Mengeluh,
Berdiri,
Tertatih,
Terus saja begitu, tak tentu, hanya melaju mengekor langkah sang waktu.

Bermimpi,
Berusaha meraih,
Lagi,
Gaduh,
Sering kali mengaduh,
Sesaat melumpuh.

Lagi,
Asap pun menyesap.
Layaknya sesak karna terdesak, inginnya berontak, namun sontak menabrak.. batas.
Ya,
Batas-batas itu meretas,
tanpa meninggalkan bekas.

Manusia lahir bertalenta raga, jiwa, dan rasa.
Namun, akankah pernah selaras ketiganya?
Atau terus berbenturan dan lalu membawakan kehancuran yang mengantarkan manusia ke pintu nerakaeh.. surga kah disebutnya?

Argh!

Tulisan yang tak akan pernah usai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar